tag:blogger.com,1999:blog-60301188261813265992024-03-06T12:00:54.815-08:00Komunitas GodhongKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.comBlogger28125tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-14797089292240637072009-07-23T22:40:00.002-07:002009-07-23T22:52:56.990-07:00Sepotong Doa Untuk IndonesiaRibut Achwandi<br /><br /><br />Tuhan<br />hampir aku lupa<br />bulan depan indonesiaku ulang tahun<br />aku belum beli bendera baru<br />sebab bendera yang lama <br />lusuh sudah warnanya<br />maafkan aku<br />Tuhan,Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-1346879611582239352009-07-23T22:40:00.001-07:002009-07-23T22:40:52.251-07:00Kekasih SunyiRibut Achwandi<br /><br /><br />lesung pipimu kekasih,<br />adalah kesunyian<br />maka ijinkan aku menjerumuskan diri<br />dalam palung sunyi itu<br /><br />agar setelah ini,<br />aku pahami kesunyianmu<br />yang mestinya menjadi sunyiku<br /><br />kita sama sama sunyi<br />kita sama sama tenggelam<br />kita sama sama tak mengerti<br />apakah kita membutuhkan sunyi<br />ataukah melelapkan diri<br />dalam nina bobo yang membuai mimpiKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-11653258691673646942009-07-23T22:39:00.000-07:002009-07-23T22:40:13.052-07:00Melukis Indonesia dengan KataRibut Achwandi<br /><br /><br />melukis indonesia dengan kata-kata<br />aku dibuai nyanyian nyiur melambai<br />sepoi-sepoi angin pantai<br />membuatku lunglai<br /><br />melukis indonesia dengan kata-kata<br />aku terbujuk rayuan pulau kelapa<br />membawaku lelap<br />bersembunyi di balik kain bendera<br />aku hanya mengintip<br /><br />melukis indonesia dengan kata-kata<br />aku terjebak pada nyanyian si gembala sapi<br />bertopi ala koboi<br />tapi kurang gizi<br />berdandan ala gipsy<br />tapi tak punya modal akal<br /><br />melukis indonesia dengan kata-kata<br />aku terjatuh ke pangkuan ibu pertiwi<br />yang tak pernah henti menangis<br />diperkosa oleh kuasa<br /><br />melukis indonesia dengan kata-kata<br />aku tertusuk jarum jahit bendera<br />lantaran aku tak bisa menyanyikan<br />indonesia raya lagiKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-59140401908198715992009-07-23T22:38:00.000-07:002009-07-23T22:39:15.580-07:00GERIMISRibut Achwandi<br /><br /><br />terlalu dini untuk menerjemahkan gerimis<br />sementara kata<br />tak cukup mengungkap makna tersembunyi<br />lalu<br />biarkan hujan menderai<br />mengurai kata yang membisu<br />di antara sepi<br />sepinya sepi<br /><br />dan diam<br />tetap menjadi senjata ampuh<br />untuk membahasakan kebisuan<br /><br />hujan<br />mendera<br />menghujam kata<br />yang bersembunyi pada bumiKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-83796900212833075392009-06-26T09:48:00.000-07:002009-06-26T09:49:56.577-07:00seperti doapuisiku menjalar kawah kawah gundah<br />mengesak pada dinding dinding kesah<br />menggelantung di ujung lidah<br />lalu menari di setiap lentik jari<br /><br />puisiku seperti doa;<br />berkelana<br />menawarkan segala warna kebuncahan<br />yang selalu menyela dalam kehidupan<br /><br />puisiku <br />bagai peluru yang membunuh kutukan<br />peluru yang meliuk<br />menancap di langit tinggi<br />memecah cakrawala lalu<br />mengeluarkan beban yang ada <br />hingga mulut rontok tak berasa<br /><br />seperti doa<br />puisiku keluar melewati jendela jendela yang usang<br />terbang mengambang <br />di riak katakata<br />lalu berkumpul di rak rak persimpuhanKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-84848078680995266412009-06-15T10:52:00.000-07:002009-06-15T10:54:16.594-07:00Dik,Sehari mengenalmu<br />Lewat butir butir mimpi<br />yang kau kemas<br />dalam tarian langit dan nyanyian ombak,<br />Kurasakan riuh hati yang tak pernah lelah<br />Hingga menelantarkanku di pojok sampah<br />yang kumuh dan lusuhKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-40174537956886196752009-05-29T07:16:00.000-07:002009-05-29T07:19:45.112-07:00gerbongAbu<br /><br />gerbong mulai berjalan<br />aku yang mati dalam gerbong masih tak tahu arah tujuankuKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-47161561273615578742009-05-24T08:59:00.000-07:002009-05-24T09:00:56.613-07:00sedetik berlaluMukhtar S.<br /><br />Tuhan<br />sebelum Kau akhiri waktuku<br />izinkan kutulis seuntai kata <br />pada lembar putih suratku ini<br /><br />“Yang terkasih jauh dari pandang. Yang terkasih dekat dengan hati. Hidup adalah karang di lautan. Tertendang,tertimpuk,terterjang,dan terhempas. Suatu saat akan roboh, hancur, dan berhamburan, menyatu dengan tanah, pasir, dan bebatuan.”<br /><br />Tuhan<br />kupinta waktu se detik lagi<br />suratku belum kuakhiri<br />sebab esok tak tau lagi<br /><br />“Yang tersayang sejauh bintang. Yang tersayang selalu terang. Aku bagai pasir tertampar angin. Aku bagai busur termakan lajur. Terombang-ambing seperti daun kering. Namun, aku tau. Jika kelak waktumu terkikis tipis, perahu cintamu tak akan terdayung terhuyung.”<br /><br />Tuhan<br />sebelum Kau sudahi waktuku<br />sebelum se detik berlalu<br />kupinta padaMu<br />Jangan ia layu termakan waktuKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-88408579704214948592009-05-24T08:49:00.000-07:002009-05-24T08:57:50.445-07:00Suatu SaatMukhtar S.<br /><br />Ibu<br />jika waktu nanti aku kembali<br />sedang daun-daun tak turun dari tubuhnya<br />sulamlah namaku pada daun-daun itu<br />aku ingin menikmati masa sunyi bersama angin<br />cericit burung dan rebahan embun<br />yang membasahi setiap lekuk huruf<br />dan mengalirkan dosa, membuangnya, <br />lalu mensucikan namaku<br /><br />hari ini tak lain hari esok<br />seperti berada dalam selimut mimpi <br />tak berkaki<br /><br />Ibu<br />jika aku kembali dalam sunyi<br />bertatap muka Sang Segala<br />yang aku berada di dalamnya<br />sematkan tubuhku dengan lembut <br />dengan cinta yang ku pinta<br /><br />Ibu<br />jika suatu hari aku mendahuluimu<br />jangan pernah mengaduh<br />“Tuhan tak adil”<br />jangan pernah menuduh<br />“Tuhan salah orang”<br /><br />hari ini tak kembali <br />mungkin lusa atau nantiKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-89735549954195377272009-05-11T09:40:00.000-07:002009-05-11T09:43:43.020-07:00bodoh : rembulanbodoh : rembulan<br />oleh: Mukhtar S.<br /><br />sebab apa kau begitu setia pada malam<br />sedang tubuhmu hanya semu<br />mungkin bisa kukatakan “kau tak lebih dari barang mainan”<br />tak seindah seperti yang kubayangkan waktu kecil<br /><br />lantas<br />apa Tuhan mengajarimu kesetiaan<br /><br />Oo..<br />nasibmu mungkin tak seperti nasibku<br />aku bisa mengubahnya sewaktu-waktu<br />aku ingin duduk, bersandar, tiduran, makan, minum, berjalan, sesukaku<br />bahkan kalau ada perempuan, aku pun bisa menidurinya<br />Oo.. alangkah indahnya hidup<br />berasa nyaman tanpa ada penggoda datang<br />apa kau tak iri padaku<br />jangan-jangan kau ingin menerkamku dari belakang<br />menunggu titik lemahku<br />lalu<br />haapp… seperti nyamuk menjilat mangsanya<br /><br />Lantas <br />berapa juta kopi yang kau tenggak<br />berapa juta pil dingin yang kau kunyah<br />berapa juta selimut yang kau pakai<br /><br />kalau kau sakit lalu terkapar,<br />sebab dingin selalu menusuk tulangmu,<br />apa esok kau masih setia padanya<br /><br />sudahlah rembulan<br />kau tak perlu memaksakan diri<br />tak baik jika kau begadang tiap malam<br />lihat, wajahmu banyak lubang dan mungkin jerawat<br />sekujur tubuhmu pucat<br />darah mengendat<br />air mata pun tak lagi kau punyaKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-26244583848059611492009-05-03T22:14:00.000-07:002009-05-03T22:16:00.507-07:00Pemilu KatanyaRibut Achwandi<br /><br /><br />PEMILU katanya bikin repot ibu-ibu rumah tangga<br />karena<br /> harus tidak masak satu hari<br />karena<br /> harus tidak belanja satu hari<br />karena<br /> harus ikut libur jadi ibu rumah tangga<br />karena<br /> anak tak bisa ditinggal<br />karena<br /> apakah anak harus ditelantarkan<br />karena<br /> susah mereka tinggalkan dapur<br />meski<br /> emansipasi sudah menjadi tuntutan<br />meski<br /> zaman bukan lagi ala feodal<br />meski<br /> ada caleg perempuan<br />meski<br /> hak politik mereka sudah tidak lagi abai<br />namun<br /> budaya tidak bicara banyak<br /><br />PEMILU katanya bikin repot Caleg<br />katanya<br /> harus keluar uang<br />katanya<br /> harus sering bicara<br />katanya<br /> harus pinter berkampanye<br />katanya<br /> pusing deh....Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-30390420947871026102009-05-03T22:12:00.000-07:002009-05-03T22:14:02.497-07:00Puisi Tiga MenitRibut Achwandi<br /><br /><br />Tiga menit<br />hidupku aku pertaruhkan pada selembar kertas<br />merangkai kata yang entah kemana akan ku alirkan maknanya<br /><br />Tiga menit<br />pulpenku menusuk perih kertas putih<br />angin dari lubang jendela membuatku terkantuk<br />sreeet....<br />satu kata terlewat<br />kaburlah maknanya<br /><br />Tiga menit<br />puisiku jadi onggok sampah<br />aku tak jadi pesaing Rendra<br />aku hanya pecundang<br />yang ditertawai Taufiq Ismail<br />aku malu jadi penyair gagal<br />aku tutup muka<br />memalingkannya dari tatapan Cahiril Anwar<br />dan sengaja aku campakkan diri dari Sitok Srengenge<br />enggan pula beradu dalam pangkuan Goenawan Mohammad<br /><br />Tiga menit<br />menjadi sia-siaKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-86864779024740534522009-05-03T22:11:00.001-07:002009-05-03T22:11:59.705-07:00Sajak Penjual AyatRibut Achwandi<br /><br /><br />Tuhan<br />izinkan aku menjual ayat-ayat-Mu<br />lantaran mereka tak mengerti<br />betapa berharganya firman-Mu<br />karena mereka yang berbicara atas-Mu<br />tak juga elok memandang ayat-Mu<br />sebab mereka yang berkhotbah di atas mimbar suci itu<br />tak lebih baik dari para penjual obat<br />meski mungkin aku tidak lebih baik<br />dan lebih suci dari mereka<br />yang selalu membasuh muka mereka<br />atas nama-Mu<br />meski aku tidak lebih mulia<br />dari mereka yang selalu menyeru<br />nama-Mu<br /><br />Tuhan<br />izinkan aku jual ayat-ayat-Mu<br />karena Engkau adalah aku<br />dan Aku adalah aku<br />Aku yang menyatu dalam ayat-Mu<br />Aku yang menjelma dalam firman-Mu<br /><br />Tuhan izinkan-kah Engkau?Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-3833210260443428792009-05-03T22:10:00.000-07:002009-05-03T22:11:20.490-07:00Detik yang HilangRibut Achwandi<br /><br /><br />ada yang terlewat dari jemari<br />hitungan demi hitungan<br />hanya melewatkan malam<br />sementara garis-garis langit<br />terus saja berputar<br /><br />lantas<br />angin membawaku pulang<br />pada peraduan cakrawala<br />yang aku gurat sedemikian rupa<br />dalam bingkai kenangan<br />yang lama aku tinggalkan<br /><br />detik itu menghilang<br />tatkala aku tengah masyuk<br />dengan kalimat-kalimatku<br />menghisap sebatang rokok<br />dalam kesengsaraan<br />yang membahagiakanKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-56377543501512766752009-05-03T22:09:00.000-07:002009-05-03T22:10:29.018-07:00Indonesia dalam Bingkai KacamataRibut Achwandi<br /><br /><br />indah pulaunya nian<br />biru laut putih pasirnya<br />dari tempatku<br />di dalam pesawat<br />yang membawaku ke timur jauh<br />makassar sana<br /><br />kapal pesiar<br />mendekat pulau<br />tak bertuankah ia<br />ataukah bukan lagi berbendera merah putih?<br /><br />aku curiga<br /><br />semestinya tidak<br /><br />tapi aku tetap curiga<br /><br />meski harusnya tidak<br /><br />tetap aku curiga<br /><br />apakah ini indonesia?<br />dimana kecurigaan harus dibayar mahal<br /><br />selembar surat melayang di rumah kontrakan<br />ketika aku pulang<br />aku baca ia<br /><br />'hati-hati polisi mencarimu.'<br /><br />bunyi tulisan itu<br /><br />itu tulisan ibu<br /><br />ku telepon ia<br /><br />'kenapa harus meneleponku?' tanyanya<br /><br />'aku harus tahu.'<br /><br />'tidak'<br /><br />'kenapa?'<br /><br />'tutup saja teleponmu.<br />atau pakai telepon temanmu<br />atau yang lain saja.'<br /><br />'aku butuh kejelasan'<br /><br />'kau dicari polisi. itu jelasnya'<br /><br />semakin sulit saja<br />aku tak menangkap apa-apa<br /><br />'pergi jauh... biarkan ibu yang mengurus istri dan anakmu'<br /><br />ah, apalagi ini?<br /><br />'karena kau pergi<br />dan kau tulis tentang pulau itu<br />dan karena kacamatamu itu'<br /><br />'ibu harus percaya. aku tak apa-apa.'<br /><br />indonesia dalam bingkai kacamataku<br />kian tak jelas,<br />padahal tidak merabun pula mataku.<br /><br />selamat malam ibu, istri dan anakku<br />aku tetap harus pulang ke rumahKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-53058757265329805672009-05-03T22:08:00.002-07:002009-05-03T22:09:39.467-07:00Sajak Entah KataRibut Achwandi<br /><br /><br />mengingat tuhan dikala susah<br />mendekat setan setiap saat<br /><br />oh azab apalagi yang akan diterima jiwa<br />bukannya badan telah tak bertuan<br />kala jiwa sakit?<br /><br />lupa lupa ingat<br />waktu menggayut<br />di dahan kayu<br />yang terhanyut arus<br /><br />sungai menganak<br />mencabang dalam kebendaan<br />dunia melipat<br />manusia terjebak<br /><br />oh sakit apalagi<br />badan tak berjiwa<br />jiwa tak berakal<br />akal tak berpikir<br />lantaran luka jiwa<br /><br />pintu pintu tobat<br />nganga dibuka<br />tuhan tengah melambai<br />datanglah padanya<br /><br />kenapa kau seret kaki<br />tidak menjejak tegap<br />padahal<br />kau sehat kelihatannya<br /><br />itu rumah tuhan<br />sambangilah<br />dia rindu kau<br />kau rindukah?<br /><br />kayuh kayuh langkah<br />setapak medan berundak<br />sulit nian kau berjuang<br />capai bukit mulia<br /><br />tuhan ada di sanaKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-34466287829446789842009-05-03T22:08:00.001-07:002009-05-03T22:08:53.067-07:00Sajak Ironi Tengah MalamRibut Achwandi<br /><br /><br />sebotol dosa<br />segenggam doa<br />sajak ironi tengah malam ini<br />biarlah tuhan yang menyaksikan<br />bahwa aku tengah mabuk<br />karena cintaMu<br /><br />Kau memberi cinta<br />sementara dia mencampakkan<br /><br />sebotol dosa<br />aku tenggak atas nama cinta<br />yang luruh karena hina<br /><br />segenggam doa<br />kumusnahkan dalam hening<br />karena cinta<br /><br />oh jiwa terindah<br />yang kusimpan dalam jiwaku<br />kau adalah perempuan tercantik<br />namun kau telah membuatku berdosa<br />karena aku telah menyalahkan cinta<br /><br />cinta yang seharusnya agung<br />cinta yang dilahirkan dari ruh tuhan<br /><br />sebotol dosa<br />segenggam doa<br />aku muntahkan bersama<br />dengan makianKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-66722534815008732742009-05-03T22:07:00.001-07:002009-05-03T22:07:53.458-07:00AnakkuRibut Achwandi<br /><br /><br />kau dilahirkan sebagai lelaki<br />lelakumu dadi kinasih lan kinarya<br /><br />kau lelaki<br />yang harus memahat sejarah baru<br />dalam napak tilas moyangmu<br />berkarya dan penuh kasihKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-91697373333096286462009-05-03T22:06:00.000-07:002009-05-03T22:07:22.254-07:00Malam IniRibut Achwandi<br /><br /><br />membungkus matahari dalam selembar kain sarung<br />sehelai mimpi ku kemas dalam bungkusan daunKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-63790585685409454172009-05-03T22:05:00.000-07:002009-05-03T22:06:18.217-07:00TERORRibut Achwandi<br /><br /><br />atas nama malam,<br />aku mendatangi Engkau dalam kudusnya gereja<br />dalam sejuknya masjid<br />dalam keheningan kuil<br />dalam harum wewangi yang bertebar menyerbak dinding vihara<br /><br />Engkau yang Maha Teror<br />benar-benar telah membuatku takut<br />sebab cinta-Mu tidak ubahnya sebuah teror<br /><br />Kau mengawasi ku<br />Kau Maha Cemburu<br />Kau mengawalku<br />Kau Maha Tak Kenal Kompromi<br /><br />cinta-Mu,<br />adalah teror<br /><br />sebab,<br />Kau Maha Pendendam<br />karena Kau Maha Romantis<br /><br />sanggupkah aku<br />berada dalam teror-Mu?Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-50531950682642740402009-05-03T22:04:00.000-07:002009-05-03T22:05:04.450-07:00Sajak Tentang Ilmu PengetahuanRibut Achwandi<br /><br /><br />membedah selubung malam dalam cakrawala pengetahuan yang terbatas<br />manusia seolah menjadi tuhan bagi kesalahan sistem yang mereka terjemahkan sendiri<br />tangan-tangan besi mereka<br />menggali lubang neraka dengan saling mengarahkan telunjuk mereka<br />pada hidung dan bola mata yang tidak lagi nampak bulat<br />mata mereka membentuk segitiga, atau lebih tepatnya mengerucut ke depan<br /><br />inilah budaya kita bung,<br />kegilaan semacam ini langgeng hukumnya di negeri ini<br />kegilaan ini tidak pernah sirna di bumi ini<br />sebelum benar-benar bumi itu sirna dengan sendirinya<br /><br />mungkin kau sangka aku tengah berorasi di hadapan rembulan<br />yang entah ia lari kemana sejak kemarin sore<br />lantaran awan telah membawakan hujan<br />dan hujan telah melunturkan cahaya bulan<br />dan warna hijau daun menjadi gelap tak nampak<br />karena lampu-lampu jalanan tidak memiliki daya magisnya untuk memantulkan prisma warna<br /><br />ini kenyataan bung,<br />ketika pengetahuan tidak ubahnya sebuah money politik<br />yang seolah bisa dibeli dan dipolitisir<br /><br />kita berada di atas kapal yang hampir karam<br />berbicara pengetahuan adalah nilai merah bagi kita<br />doktrin telah menjadi garam yang begitu lezat untuk kita santap setiap hari<br />bagai santan yang dibubuhkan dalam setiap masakan berkaldu<br /><br />ini kenyataan bung,<br />di atas meja kaki-kaki berjongkok<br />menciptakan jiwa-jiwa penakut<br />dan penaklukan pengetahuan kita tidaklah sehebat ceritanya<br /><br />ini kisah nyata bung,<br />ketika mulut sama dibungkam<br />ketika mata sama dibutakan<br />ketika telinga disumbat oleh dogma<br /><br />pengetahuan<br />idealisme<br />adalah barang haram di negeri kita<br /><br />ini nyata,Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-81191823408073752842009-05-03T21:49:00.000-07:002009-05-03T21:59:10.921-07:00Sajak Titik NolRibut Achwandi<br /><br /><br />detik nol<br />menit nol<br />pukul nol<br /><br />hitungan hari dimulai di sana<br />adakah engkau sibuk saat itu<br />dengan hitungan-hitungan matematis<br />mengenai perbuatanmu sepanjang hari<br /><br />titik nol<br />kadang hanya terlewat<br />tanpa makna<br /><br />mungkinkan kita mampu meloncati waktu<br />tanpa meniadakan<br />titik nolKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-67374776760482319782009-05-03T21:47:00.000-07:002009-05-03T21:48:40.522-07:001 MeiRibut Achwandi<br /><br /><br />istriku,<br />lihatlah kelopak-kelopak bunga anggrek di sana<br />kini mulai merekah<br />sebagaimana harapanku<br />yang aku tuang dalam secangkir mimpi<br />aku peras dari keringatku<br />ku seduh dengan tulangku yang mulai keropos<br />tulang yang terseok oleh zaman<br />yang terseret oleh kebijaksanaan<br /><br />hari ini,<br />1 mei<br />aku ingin kau jadikan aku pahlawan<br />meski tidak aku terima tanda kebesaran<br />yang disemat pejabat pada dadaku yang bungkuk<br /><br />hari ini,<br />aku berangkat ke alun-alun<br />mengibarkan bendera merah putih<br />seraya berucap merdeka untuk kesekian kali<br />sudah aku lupa hitungan bilangannya<br /><br />hari ini,<br />istriku,<br />aku ingin kau mencatatkan pada anak kita<br />tentang noda merah yang mungkin akan membanjiri pakaianku<br />agar ia tidak lupa<br />betapa derita kita sebagai buruh<br />harus dihabiskan dengan ceceran darah<br /><br />hari ini,<br />aku ingin engkau kenang<br />sebagai hari bersejarah bagi kita<br />untuk terakhir kalinya memekikkan kata merdeka<br />bagi para buruh negeri iniKomunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-11778910734596898852008-12-25T05:32:00.000-08:002008-12-25T05:33:28.042-08:00Makna HidupDalam sebuah perjalanan hidup seseorang tidak ada yang tahu bagaimana ia akan mengakhirinya. Begitu pula dengan bagaimana seseorang akan mengawali setiap lembaran cerita barunya. Yang selalu ada adalah bagaimana orang akan selalu menghadapi segala sesuatu yang akan ia hadapi saat itu saja.<br /><br />Perjalanan waktu memang sulit untuk di tebak. Kadang angin segar membawa kebajikan bagi kita namun kadang pula kebajikan tidak selamanya disertai dengan datangnya angin yang lembut. Bahkan mungkin bisa jadi adalah sebuah bencana yang ia bawa. Namun yang terpenting saat ini ialah bagaimana seseorang memaknai hidupnya baik bagi diri sendiri maupun bagi orang lain yang ada di sekitar kita.<br /><br />Beberapa kali saya bertemu dengan sahabat-sahabat baik saya. Mereka berlatar belakang yang sangat beragam. Tentu banyak kisah yang mereka utarakan pada saya. Dengan senang hati saya pun mendengarkan setiap detil cerita yang mereka ungkap pada saya. Yang pertama ini, teman saya yang berpengalaman dengan dunia marketing. Dia menuturkan pada saya secara singkat tentang pandangan hidupnya. Bahwa hidup ini sangat memiliki hitungan yang sangat rumit. Setiap detik, bagaimanapun itu harus memiliki standard nilai yang kalau bisa dinominalkan dalam bentuk mata uang.<br /><br />Kemudian saya bertemu pula seorang teman yang sangat sahaja. Ia adalah salah satu guru sufi saya. Dalam pikirannya tertera bahwa kehidupan ini ibarat sungai. Dan jika kita hanya mengikuti aliran muka airnya, maka kita akan selalu bermuara pada ketunggalan. Namun perlu banyak waktu untuk mencapai kemanunggalan itu. Sebab, kita hanya bisa mengikuti kelokan sungai. Kalau kita mampu, kenapa tidak kita ciptakan jalan pintas untuk menuju kepada ketunggalan itu? Dengan apa? Tentu dengan segala usaha yang kita miliki dan dengan kemampuan yang kita simpan dalam semangat kita. Katanya.<br /><br />Lain halnya seorang teman yang satu ini. Dia adalah seorang politisi. Dia beranggapan bahwa kehidupan ini ibarat sebuah etalase di toko-toko dan supermarket. Selalu ada yang menarik dan ada pula yang tidak. Sangat bergantung pada minat yang kita punyai. Hidup seseorang, menurutnya, sangat dipengaruhi oleh peminatan atau kecondongan atau keberpihakan seseorang terhadap sesuatu yang menarik bagi dirinya. Karena pada prinsipnya, untuk membentuk sebuah kepribadian seseorang, kita harus mengetahui terlebih dahulu sejauhmana ketertarikan seseorang tersebut terhadap sesuatu. Dengan kata lain, ada semacam candu yang secara tidak sengaja telah dijejalkan dalam diri seseorang dengan sendirinya.<br /><br />Lalu, seorang seniman yang kebetulan sastrawan besar, guru saya beranggapan bahwa kehidupan itu nihil. Tidak ada sesuatu yang penting ketika manusia itu menghirup oksigen di permukaan bumi yang katanya bulat ini. Menurutnya sesuatu itu akan dianggap penting jika itu akan memberikan manfaat yang lebih besar dari sesuatu itu sendiri. Dan muara dari setiap kepentingan itu sebenarnya tak lepas dari keberadaan Tuhan yang Kuasa.<br /><br />Saya kira Anda tentu memiliki cara pandang yang berbeda dengan teman-teman saya ini. Kalau toh sama mungkin hanya kebetulan. Dari empat pandangan teman saya ini semoga akan memberi sedikit stimulus bagi kita semua untuk lebih menghargai makna hidup. Amin....[Ribut Achwandi]Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6030118826181326599.post-86267676210472235692008-12-25T05:21:00.000-08:002008-12-25T05:24:30.919-08:00Seekor Monyetpun Adalah Guru Bagi ManusiaSuatu ketika, dalam sebuah perbincangan ringan, seorang teman sempat bertanya pada saya. Katanya, "Siapa orang yang paling berjasa dalam hidup Anda?"<br /><br />Spontan saya jawab, "Guru."<br /><br />Teman saya ini agaknya mulai sedikit punya selidik atas jawaban saya ini. Dikiranya saya tengah bergurau. Sebab, jawaban ini memang saya akui teramat berkesan klise dan sangat kuno. Tidak relevan dengan perkembangan zaman. Mungkin bagi Anda--yang membaca tulisan ini--akan merasakan bahwa jawaban saya ini hanya sebuah basa-basi belaka. Dan begitu pula sikap teman saya pada saya. Dia mengira saya sedang berbasa-basi.<br /><br />Lalu dia kembali bertanya, "Guru?"<br /><br />Tampak betul raut mukanya kini tengah bergelut pada sebuah keyakinan yang dipertaruhkan. Ia betul-betul ragu dengan jawaban saya.<br /><br />Saya pun dengan yakin mengiyakan. "Guru!"<br /><br />Bola mata teman saya semakin menyempit karena selaput matanya kian mengkerut dan kernyitan di dahinya semakin menampakkan ketidakyakinannya pada jawaban saya.<br /><br />"Lho apa saya salah?" tanya saya.<br /><br />"Tidak. Hanya saja saya kurang yakin dengan jawaban Anda." jelas teman saya ini.<br /><br />"Saya menjawabnya dengan sungguh-sungguh. Tidak basa-basi."<br /><br />Teman saya pun menghela nafas lega. Saya pun menangkap ada rona kebanggaan pada dirinya. Maklum teman saya ini memang seorang guru beneran. Dia guru sebuah SMA swasta di Semarang. Tentu, jawaban saya yang meyakinkan ini sedikit membuatnya berbangga. Namun belum selesai ia dengan kebanggaannya itu saya kembali melanjutkan jawaban saya.<br /><br />"Tapi maaf yang saya maksud guru bukan berarti orang yang berprofesi sebagai guru." kata saya.<br /><br />Air mukanya kini sedikit berubah. Ada sebuah pertanyaan besar yang ingin teman saya sampaikan. Saya tahu itu. Langsung saja saya jawab tanpa ditanya.<br /><br />"Bagi saya semua orang adalah guru. Sebab, dari mereka ini saya merasa mendapatkan banyak hal. Belajar tentang bagaimana mengenali hidup, dan bagaimana saya mengenali diri sendiri. Dan satu hal yang mungkin harus saya sampaikan pada Anda, semua makhluk yang ada di dunia ini adalah guru. Bahkan seekor monyet sekalipun adalah guru bagi saya." jelas saya agak berpanjanglebar.<br /><br />Teman saya heran. Lalu bertanyalah ia, "Lho memangnya seekor monyet bisa mengajari apa?"<br /><br />"Sederhana saja. Kalau Anda manusia yang cerdas, tentu akan bisa membedakan cara makan pisang antara seekor monyet dengan seorang manusia." belum rampung saya menjelaskan, teman saya menyela.<br /><br />"Maksudnya?"<br /><br />"Kalau Anda manusia, jangan sekali-kali berlagak menjadi seekor monyet. Tapi kalau Anda adalah seekor monyet, sepatutnya Anda berbangga sebab tingkah polah monyet ini rupanya lebih sering ditiru oleh manusia." jawab saya.<br /><br />"Lho kok?"<br /><br />"Nah itu...." saya hanya mengacungkan jari telunjuk saya dan mengarahkan pada kulit pisang yang terbiarkan tidak dibuang ke tempat sampah. Tentu itu bekas kulit pisang yang dimakan teman saya. [Ribut Achwandi]Komunitas Godhong's Bloghttp://www.blogger.com/profile/02780348190373042893noreply@blogger.com1